The Sounds Project 2024
Lisdia Records Hidden Track 001

Lisdia Records Mengumpulkan Pop dari Teman

Kali ini tentang Lisdia Records dan "Hidden Track .001".

Gerakan saya pelan. Naufal Azhari dari Lisdia Records sudah mengirimkan data album kompilasi Hidden Track .001 sejak lama, ketika saya masih di Jakarta. Saya pikir tanggung, tak berapa lama lagi Lebaran, kemudian berangkat pakai pesawat terbang. Jadi, nanti saja dicek ketika telah kembali ke Leiden, Belanda.

Hingga sekitar dua hari tiba di Leiden, saya membuka laptop, mendengarkan album itu. Lagu pertama adalah “Shadows”, single terbaru dari Seaside, yang rilisan digitalnya sudah beredar sebelumnya via Anoa Records. Saat merekam lagu ini, pemain bas Adi Sus sedang berhalangan, perannya digantikan oleh R. Triyadi dari Barefood. Sedangkan lagu kedua adalah “White Horses” dari National Perks, dalam catatan rekaman dikatakan bahwa ini adalah versi lain dari rekaman lagu yang sama yang telah dirilis sebelumnya secara digital.

Dari mulai diputar, Hidden Track .001 nampaknya bukan menawarkan kompilasi lagu yang benar-benar baru rilis, melainkan mengumpulkan yang tercecer di ranah digital, untuk termuat dalam format kaset. Hidden Track .001 seolah mixtape “indiepop Indonesia akhir-akhir ini” yang dibagikan untuk mereka yang menghidupi keindahannya.

Lagu ketiga, twee tiga kunci dari Salatiga, “Nice and Cozy”, dari Loon. Lagu keempat, “Berkelana” adalah materi yang belum dirilis oleh Swellow, indie-rock dari Bogor yang belakangan mencuri perhatian. Lagu kelima, “Bigger Fish”, electro-pop dari Southpulse yang versi digitalnya telah dirlis oleh Otherling Records pada 2021.

Setengah album, Hidden Track 001 sudah membagikan berbagai musik menarik. Semua lagu, saya menyukainya.  Lebih dari itu, memberikan nuansa tertentu melalui alurnya.

Sebelum lanjut mendengar ulang lima lagu lainnya di album ini, saya bagikan dahulu potongan transkrip obrolan saya bersama Brez dan Naufal dari Lisdia Records. Sebab ketika petama kali mendengarkan kompilasi Hidden Track .001 disusun, plus ngeh bahwa rilisan awal label ini adalah kaset mini album Undercontrol dari Twisterella pada 2015, kemudian kaset dan CD Travelled Backward dari Sunny Summer Day pada 2016, lalu vakum panjang tak merilis apa pun hingga kaset kompilasi ini pada 2022, saya jadi ingin mengobrol bersama mereka.  Bagaimana label ini berdiri, pernah diam, dan hari ini jalan lagi.

Selain Hidden Track .001, di tahun ini pula Lisdia Records telah merilis Garbage Disposal Communique dari Leipzig, dan bersama Guerilla Records merilis kompilasi 135 Kilometer – 4-way Split (berisikan The Wellington, Backwood Sun, Sunny Summer Day, dan Favlt) dalam format kaset. Juga belum lama ini melihat post Instagram bahwa bersama Warriors Jakarta mereka hendak merilis split album The End dan Haircuts. Ternyata rilis Lisdia dari indiepop bisa sampai sampai pada Oi!.

Brez, bisa ceritakan latar belakang mendirikan Lisdia Records?

Brez: Cerita singkatnya, 2014 saya sama almarhum Diki, vokalis Sunny Summer Day (SSD) satu kerjaan dan nge-band bareng gitu (Brez adalah manajer SSD), trus kepikiran buat bikin label buat album SSD sendiri pake modal sendiri. Memang awalnya cuma ingin keluar kaset, cuma waktu full album itu bentuknya CD 1000 copies yang masih sisa sekitar 450-an lagi, itu juga gak bikin balik lagi modal yang kita putar, jadi sempet mandek hehe. Oh, ya, tambahan, rilisan pertama lisdia recs itu malah Twisterella, waktu itu kepikiran karna kita satu tongkrongan dan memang kita suka banget. Lisdia berhenti rilis karena modalnya agak gak muter pas CD Sunny Summer Day gak habis hehe. Cuma bikin kaos sama stiker, itu juga gak laku, jadinya dikasih ke teman-teman dekat hehe.

 

Setelah berhenti rilis, kenapa akhirnya sekarang Lisdia jalan lagi?

Brez: Seteleh almarhum meninggal, kita cuma bikin acara-acara offair karena saya gak ada parter buat rilis band lagi. Nah, Domon (Naufal) dulu se-band juga di 1900 yesterday. Ketemu awal tahun ini, saya ajakin lanjut lagi. Dia mau. Langsung gas kompilasi.

Naufal: Awalnya malah mau rilis Sunny Summer Day dulu ya, Brez…

Brez:  Iya. Kemarin maunya EP SSD, cuma band ini selalu delay haha. Karena band-nya aktif-aktif-enggak. Jadi kita gas langsung kompilasi. Dan ada satu band baru juga, Leipzig. Mungkin Agustus keluar EP Sunny Summer Day.

Ide bikin kompilasinya tuh gimana?

Naufal: Kompilasi dimulai karena ada beberapa band baru dari teman dekat mempunyai materi yang kami suka.

Band-band apa saja dari teman dekat yang pertama menarik perhatian?

Naufal: Kalau saya suka sama Favlt, sama Honeyswindle (proyekan anak-anak Eyesun dan Well Whale). Setelah itu, tahu ada Loon, band dari Salatiga, dan akhirnya terkumpul juga 10 band. Swellow juga, kebetulan karena Brez kenal sama manajernya. Setelah itu sempat mengontak Peter, dia menawarkan Seaside. Oh, ya, Aduy dari Honeyswindle menawarkan Well Whale.

Sekarang kita mundur dulu, ya. Bagaimana cerita masing-masing kalian menyukai indiepop sampai kemudian bikin band dan record label?

Naufal: Awalnya ketika diajakin masuk band 1900 yesterday sekitar 2008-an. Sebelumnya memang belum tahu band-band dari Sarah Records hehe. Saya mulai baru tahu sejak masuk band itu dan memang circle-nya masih bareng sama Sunny Summer Day. Saya suka banget tuh dengerin band Sarah yang agak raw sound-nya seperti Another Sunny Day karena dari beat dan sound lebih relate sama musik sebelumnya yang saya dengar.

Brez: Kalo aku pribadi selain menyukai musiknya, suka spirit-nya. Sejujurnya aku bukan anak indiepop atau apa pun sebutannya sih, cuma mungkin cicrle pertemanan di sekitar bareng band-band dan skena yang bergerak di gelombang kedua kota Bandung. Di situ saya ikut ke pergerakan skena yang sebenarnya tidak jauh dengan ideologi punk, mungkin kurang lebih kayak gitu sih.

Sebelumnya lebih mendengarkan punk?

Brez:  Hehe.. iya, street punk/oi! sih

Naufal: Ya, musik sewaktu SMA saya punk rock, hardcore, melodic punk.

Saat mendirikan Lisdia dulu, seperti apa label yang Brez dan alm. Diki bayangkan?

Dulu gak ada bayangan apa-apa sih, misinya cuma bikin rilisan Sunny Summer Day dan band-band di-circle terdekat. Gak mikirin ini label bakal gede atau enggak.  Tapi tetap, band-band yang kita rilis musti yang memang kita suka. Itu aja.

 

Lalu sekarang ini Brez bersama Naufal; apa yang kalian bayangkan tentang seperti apa Lisdia Records berjalan?

Naufal: Saya sih sebetulnya, Lisdia Records ini ingin jadi pemicu teman-teman khususnya di Bandung memulai berkumpul membuat band, berkarya, bersenang-senang di gigs. Tak perlu besar, yang penting tetap berkelanjutan.

Bedanya dengan Lisdia sekarang kalau menurut Brez apa?

Brez: Kayaknya gak ada yang beda sih secara garis besar, tapi pingin lebih tanggung jawab aja ke band yang kita rilis secara promosi yang masih ala kadarnya, hehe.. Sama pingin konsen ke band-band yang baru sih, sama beberapa re-issue band teman-teman yang mungkin mau di-reissue. Tapi itu bonusnya.

 

Musik seperti apa saja yang ingin kalian rilis?

Brez: Kalau saya pribadi pingin Lisdia berisikan band-band keren dari teman-teman aja sih, dengan tidak menutup kemungkinan band punk pun ada walapun kita tetap mempunyai garis besar di musik pop unpopular. Sebelum memulai rilisan kita sempet dikontak beberapa band yang memang ramai jaman sekarang, cuma gak kita ambil karena dirasa memang kurang cocok untuk label ini. Ya, balik lagi, kita tidak terlalu mementingkan bisnis dalam menjalankan label ini, anggap saja ini menjalankan hobi, hehe…

Naufal: Karena kita mendengarkan musik apa saja, yang ingin kami rilis lebih yang kami suka saja.

***

Saya melanjutkan memutar Hidden Track .001. Lagu keenam adalah paduan rasa shoegazing dan neo-psychedelia, “I’ll Taste You” dari Honeyswindle. Lagu ketujuh, “Stay Okay” dari Peter Adrian, dengan melodius gitar kasar dan vokal samar. Saya seruput cappuccino yang mendingin di cangkir sesaat lagu kedelapan berbunyi, “Ocean Bliss” dari Mountain Moves—rupanya mereka pasangan suami-istri yang merekam musik di kamar tidur.

Lagu kesembilan, diambil dari debut album mereka bersama Maritime Records pada 2020, “Crush” versi live, dari Well Whale.  Menjelang penutup album, penempatan indiepop ini menyenangkan. Lagu kesepuluh, pernah dihadirkan dalam maxi-single Silencer rilisan Heyho Records pada 2015, “Tired and Thristy” dari Favlt, dengan gaya vokal datar dan gitaris seperti meminjam mimpi tidur sore John McKay.  Ternyata Lisdia Records memilih terakhir album ini dengan post punk yang membuat kita seolah diminta memilih mengulang sekali lagi lagu barusan atau sekalian dari awal album saja.

Hidden Track .001 cocok untuk disimpan dan diputar-putar.

More Stories
“Suede: Coming Up”, Seri Dokumenter dari Suede