Pagi itu, saya sengaja bangun lebih awal dari biasanya. Padahal matahari terbit di Paris saat itu adalah jam delapan. Saya menginap di hotel dekat stasiun utama di Paris, Gare Du Nord. Hari itu cukup spesial bagi saya, karena berkesempatan bertemu kembali salah satu personil band favorit saya, Blueboy.
Adalah Paul Stewart, Gitaris yang meneruskan perjuangan Blueboy bersama Gemma Townley, setelah ditinggalkan sang vokalis Keith Girdler yang meninggal 2007 karena kanker. Dia belakangan intens me-reply story-story Instagram saya, sejak pertemuan pertama kami di Gig Blueboy di London bulan Mei lalu. Seolah akrab dan mungkin penasaran sama apa yang kerap saya lakukan belakangan ini, sampai sampai ada satu reply-an dia yang bertanya, “lo kapan di rumahnya ya? Jalan-jalan terus!” Haha..
Lalu minggu lalu, mereka mengumumkan akan main akustik di sebuah gig kecil di Paris, bernama ‘Life is a Minestrone’, Sabtu 12 Oktober. Ini adalah sebuah private gig yang intimate. Saya terpaksa melewatkan gig ini karena masih berada di Seoul untuk sebuah music showcase bernama Gyeonggi Indie Music Festival, padahal nama saya sudah mau dimasukkan ke dalam list.
Janjian di coffeeshop
Minggu, 13 Oktober, awalnya kami janjian untuk ngopi bareng saat mendarat di Paris. Saya datang ke kota itu untuk menghadiri music conference bernama MaMA Music & Convention di tanggal 16 Oktober. Namun hari itu rencana gagal dijalankan karena pesawat saya tiba lebih lambat dari yang dijadwalkan dan akhirnya Paul mengajak ketemu di hari lain.
“Tomorrow I can’t all day, but lets meet Tuesday at Gare Du Nord before i’m leaving to London. How about 9 AM?”tanyanya.
Lalu saya jawab “ Perfect, i stay near that station. Let’s meet at PAUL Coffee”. Sengaja saya pilih Coffeeshop itu biar gampang dicari dan biar sama dengan namanya, haha.
Lalu Selasa 15 Oktober pagi jam 8.45 saya sudah sampai di lokasi, paul mengirim DM Instagram, “hey, I’m here already.” Paul duduk di sekitar coffeeshop itu bersama 1 koper sedang dan 1 gitar di dalam softcase. Setelah memesan kopi, baru sadar ternyata gak ada meja yang proper, karena coffeeshop itu khusus take away saja. Alhasil kita duduk di seating area dekat situ dan mulai mengobrol.
Gig di Paris
Saya mulai dengan menanyakan kabar dan persiapan manggung di Joyland november nanti. Lalu saya tanyakan soal gig di Paris kemarin. Paul menjawab kalo itu adalah sebuah gig yang intim dan hangat, karena yang datang malam itu hanya sekitar 60 orang saja dan isinya fans-fans lama Blueboy di Perancis. Bahkan ada salah satu penonton yang bilang ‘saya terakhir nonton Gig kalian di Toulouse tahun 1994’, Gokil!
Show di Toulouse (salah satu kota di Perancis) itu memang memorable bagi Blueboy, karena selain tercipta lagu berjudul ‘Toulouse’ yang ditulis oleh Paul saat itu, show Itu juga adalah show terakhir mereka di Perancis sebelum yang kemarin di Paris.
Lalu saya bertanya, apa makna dari lagu ‘Air France’ (mumpung lagi di paris ) apakah ada kaitannya sama maskapai penerbangan Air France?
Lalu dia menjawab, tidak ada hubungannya sama sekali. Lagu itu bercerita tentang kisah cinta di perancis, yang kisah cintanya berada di udara yang sama (di Perancis), tapi dia tidak spesifik memberitahukan itu kisah siapa.
Single baru dan legalisir
Lalu dia membocorkan sedikit rencana single baru blueboy yang akan rilis dalam waktu dekat, yang judulnya juga bahasa perancis (maaf belum boleh disebut). Single ini adalah single kedua setelah ‘One’ yang dirilis awal tahun ini. Tapi dia bilang, mereka akan membawakan lagu baru ini di Joyland mendatang.
Uniknya, entah kenapa saya latah ikutan lelang sebuah vinyl 7” single Blueboy (Sarah 55) berisi trek Clearer dan Alison seminggu sebelumnya, yang diadakan oleh Instagram @tokosalahtingkah. Agak seporadis memang saya nawarnya saat itu dan alhamdulillah menang! Lalu barangnya dikirim kerumah dan saat tahu ada kemungkinan ketemu Paul di Paris, saya menitipkan vinyl tersebut ke salah satu teman saya yang berangkat ke Seoul saat itu. Alhamdulillah, kover vinyl itu pun sempat terlegalisir oleh Paul.
Lalu dia sedikit tentang Sarah records dan bagaimana mereka mengakhirinya, yaitu dengan membuat sebuah party (semacam closing party) dan menjadikan itu sebagai Sarah 100. Rilisan sarah records memang ternyata berhenti di jumlah 99 rilisan.
Lalu saya bercerita kalau saya sempat ketemu Harvey Williams tahun lalu (salah satu mantan personil blueboy yang juga ngeband di beberapa band sarah records lainnya seperti Another Sunny Day, The Field Mice, etc) dan menanyakan kabar Harvey dan Paul bilang mereka masih suka kontekan via whatsapp.
Saya bercerita, saat itu saya kasih ke Harvey CD Ballads of the Cliche (Paintings) karena mereka meng-cover lagu ‘I’m in love with a girl, who doesn’t know I Exist’ milik Another Sunny Day. Dan dia membalas, ‘oh iya, saya juga suka dengerin CD-nya di mobil!’. Ya, kebetulan CD Ballads of the Cliche juga sempat saya kasih saat jumpa di gig Blueboy di London.
Fans Blueboy di Indonesia
Perbincangan ditutup mengenai obrolan mengenai herannya dia kenapa banyak banget fans Blueboy berasal dari Indonesia dan kota Bandung secara spesifik. Saya mencoba menjawab, mungkin karena adanya influence dari tokoh indie yang mengenalkan musik-musik blueboy dan sarah records di Bandung di era 90’an yang masih sangat minim literasi musik, karena belum ada internet saat itu. Mungkin ya, karena saya pun kurang tahu persisnya
Tapi saya ingat, pertama kali saya dikenalkan Blueboy dan rilisan sarah lainnya itu oleh teman-teman Ballads of the Cliche, saat bergabung menjadi fotografer-nya tahun 2005 silam. Dan saat itu, BOTC memang sedang banyak beraktivitas di Bandung. Lalu dikenalkan sama Alm. Marin Ramdhani juga, yang beliau juga suka rajin memberikan referensi2 musik bernafas Sarah Records ke saya.
Jam menunjukan hampir pukul 10.00. ‘Hey, Let’s take a picture togehter, i wanna send it to Gemma’ katanya. Lalu kami berfoto bersama dengan kover vinyl tadi, menggunakan HP nya.
“Send me the pictures. Safe trip to London and see you In Jakarta!” tutup saya di akhir perjumpaan kami. (Satria Ramadhan)