Mungkin seharusnya hari itu Wahyu “Acum” Nugroho, satu-satunya personil awal Bangkutaman yang tersisa, menjinjing Rickenbacker 6 senar, tapi yang terbawa malah gitar 12 senar.
“Langsung sixties deh nyetelannya,” katanya via WA.
Atau mungkin karena di Minggu itu ia membeli piringan hitam Forever Changes dari Love dan bolak-balik memutarnya. Yang jelas, di hari latihan itu, Bangkutaman menulis “Beri Aku Suara”, sebuah psychedelic folk rock yang akhirnya berdurasi 9 menitan dalam tiga bagian.
Pada sesi berikutnya, drummer Christo Putra mengajak keyboardist Dharmo Sudirman untuk ikut serta dalam latihan Bangkutaman. Dharmo kemudian mengusulkan agar Indra Perkasa memberi aransemen string section di sana. Maka “Beri Aku Suara” terdengar semakin megah.
“Di awal, sih, gue gak kepikiran, pokoknya pengennya lagunya sedih sama marah aja,” kata Acum.
Pagi yang teramat malas bagiku untuk peduli tentang semua
Inilah yang kesekian kali kuterbangun lalu tertidur lagi-lagi
Acum bernyanyi bagaikan melayang bersama perjalanan petikan gitar, ditemani string dan gaya pukulan drum yang seolah dalam dekade 1960-1970an. Pada tengah lagu, organ mendatangi, bassline dari Madava menjadi riak-riak kecil yang tenang, dan gitar solo yang lamban bagaikan awan-awan gempal bergerak di langit.
Segala notasi dan sound gitar mengalir begitu saja, dan mungkin juga akibat di Minggu itu Acum baru saja membeli efek fuzz dari seorang teman. Sampai kemudian gitar itu hanya berbunyi tiga not panjang di sela-sela lirik dan organ merayap.
Yang bangun terlelap lagi
Yang ramai tertinggal sepi
Yang sedih tak terobati
Yang hidup kian menjadi
Pada bagian ketiga lagu, menuju menutup, “Beri Aku Suara” menjadi keras, lantang yang berkeping-keping. Distorsi masuk, drum tambah berisik.
“Bagian tiga, gue kepikiran Flaming Lips sama The Breeders ahahaha…” tulis Acum di WA.
“Kenapa lo kayak ngasih tribute gitu ke The Breeders di bagian ketiga lagu itu?” tanya saya. The Breeeders yang dimaksud adalah aksen kocokan distorsi gitar pada “Cannonball”.
“Gak tau, pengennya marah gitu di penutup, terus gue pengen berisik dan kepikiran bagian sekseksek gitarnya itu,” jawab Acum.
Dengan digarapnya “Beri Aku Suara”, Bangkutaman laksana ketagihan menulis lagu-lagu berikutnya. Boleh dikatakan “Beri Aku Suara” memberi arah lengkung pelangi warnanya.
Padahal sebetulnya, latihan yang menghasilkan “Beri Aku Suara” itu awalnya dimaksudkan sebagai single “penambal waktu” saja, sembari menunggu rekaman album dilanjutkan
Ya, Bangkutaman sesungguhnya sudah menulis materi dan merekam seluruh track drum untuk album terbaru mereka, bersama Widi Puradiredja sebagai produsernya. Tapi rekaman terhenti karena Widi kemudian disibukkan dengan padat kegiatannya bersama bandnya, Maliq & D’Essentials.
Pasca merilis mini album Rileks pada 2016, diikuti dengan berbagai pertunjukan, gitaris Irwin Ardy kemudian meninggalkan Bangkutaman, band yang terbentuk pada 1999 di Yogyakarta. Dengan formasi Wahyu “Acum” Nugroho (vokal, gitar), Madava (bas), dan Christo Putra (drum), pada 2019 Bangkutaman berlatih dan masuk ke studio untuk album berikutnya yang terpengaruh oleh indie/alternative rock seputar R.E.M., The Lemonheads, Husker Du. Materi album dengan Widi Puradiredja yang direncanakan menjadi produser itu, untuk sementara disimpan dahulu. Bangkutaman tak betah diam menunggu dan “Beri Aku Suara” telah membuka keasikan terbaru, hingga lahirlah album Dinamika pada 2021.
Widi Puradiredja justru turut mengisi untuk lagu “Peristiwa” di album ini. Agustinus Panji Mardika (Dika) menghiasinya dengan tema terompet yang berayun terang dan solo meletup-letup. Drum, gitar akustik, dan bas berjalan mengiringi kesaksian batin dalam lirik Acum.
Terompet dari Dika datang lagi di penghujung “Aku Selalu”, dari tiupan yang mengajak angin sejuk untuk datang, mata meram sampai ke bagian yang lebih menghanyutkan atau tenggelam. “Aku Selalu” merupakan lagu berikutnya yang ditulis Bangkutaman setelah “Beri Aku Suara”.
“Awalnya kayak ‘Eight Miles High’, gue isi gitar 12 senar, tapi kayak lucu juga nih kalau melodinya terompet atau flute, akhirnya gue serahin ke Dika,” kisah Acum.
“Aku Selalu” adalah pop yang mantap sejak petikan gitar pertama dan tarikan vokal dimulai sampai terus notasi itu menyusuri perjalanannya. Pada bagian refrain, terjadi dinamika ketukan, lalu kembali melandai. Dan seperti telah saya tulis sebelumnya; terompet membuainya di bagian akhir.
Bagi pemain bas Madava, “Aku Selalu” adalah favoritnya di album ini. “Karena selain ringan, lirik yang ditulis Acum saat itu lagi gue banget…ahaha.. tapi dia nggak tau,” Mada membocorkan.
“Apa yang paling berkesan dari membuat album Dinamika?” tanya saya pada Mada.
“Rekaman dilangsungkan pas bulan puasa. Inget banget, dengan musik model gini biasanya perlu bantuan asupan gitu. Tapi gue ngisi part bas pas kondisi laper sama haus ditambah godaan-godaan lainnya. Jadi, berasa ‘mabok’ juga.. “ jawab Mada.
Bangkutaman memulai rekaman album Dinamika di Doors Studio, Jakarta. Bahkan lagu “Prakata” dan “Intermisi” diciptakan oleh Acum di studio.
“Gue bikin pas mas-masnya di Doors lagi nyiapin kabel buat nge-take,” kenang Acum.
“Prakata” adalah petikan gitar dan padu padan vokal yang kemudian diletakkan sebagai pembuka Dinamika—sebuah pengantar untuk menggambarkan suasana album ini sekaligus permulaan bagi lagu kedua, “Peristiwa”.
Sedangkan “Intermisi”, dengan derai gitar yang timbul-tenggelam, bagai kerlap-kerlip bintang-bintang untuk suara flute yang terbang, diletakkan sebagai lagu kelima untuk menghubungkan “Beri Aku Suara” dan “Kepadamu”.
Pada lagu “Kepadamu”, flute yang dimainkan oleh Dika itu datang kembali, seperti menjawab Acum bertanya dalam liriknya.
Dalam urutan album, setelah “Kepadamu”, adalah lagu favorit pamain drum Christo Putra di album Dinamika, yaitu “Lala (Lala)”.
“Simple, catchy, main drumnya ‘Ringgo + Pepeng Naif style‘,” ujarnya.
Selain Doors Studio, rekaman album Dinamika juga dilangsungkan di Palm House Studio. Sesungguhnya mereka juga merekam lagu “Dinamika”, “Badai”, dan “Tabib”, yang justru kemudian masing-masing dijadikan rilisan single dan tak dimasukkan ke dalam album Dinamika. Pandji Adhi Dharma didapuk menjadi produser, sedangkan Dharmo Soedirman menjadi pengarah musik pada sesi rekamannya. Album Dinamika dirilis dalam format kaset oleh La Munai Records.
Album ini adalah rilisan pertama LKK (La Munai Kaset Klub), sebuah program merilis kaset yang diinisiasi oleh La Munai bekerjasama dengan Les Siebon. Dinamika juga dirilis secara digital di The Store Front.
Dinamika adalah album Bangkutaman pertama yang dibuat setelah keluarnya dua personil awal: Irwin Ardy (gitar) dan Dedyk Eryanto (drum) pasca rilisan 2010, Ode Buat Kota.
Bunyi Dinamika, dengan delapan lagu di dalamnya, adalah favorit saya berikutnya.
“Btw, gimana rasanya ngejalanin Bangkutaman sampai hari ini?” tanya saya pada Acum.
“Gak enak ahaha… Gue punya pandangan begini: gue ngerasa ini kayak dikasih terus gitu sama Tuhan. Gue gak mau bilang ini kutukan, ya, tapi kalau gue sama anak-anak pengen bikin sesuatu, selalu jadi, bahkan di kondisi yang terpuruk sekalipun. Jadinya kayak ini jadi, terus dikasi lagi yang lain, ada lagi. Mau udahin kayaknya gak bisa,” jawab Acum.
Dia bahkan sempat menceritakan ajakan dan rencana rekaman Bangkutaman berikutnya.
“Intinya, nih, gue ngerasa gue dikasih masalah terus sama Tuhan, kebetulan masalahnya enak dijalanin; latihan, rekaman, bikin ini-itu,” tambah Acum.
“Kalau antara main bas dan main gitar di Bangkutaman, lo jalaninnya nikmatan yang mana?” tanya saya. Pada formasi sebelumnya, Wahyu” Acum” adalah vokalis merangkap pemain bas, bukan gitar.
“Kalau rekaman, gitar. Kalo manggung, bas.. Ahahaha..”
Dinamika ditutup dengan lagu “360” yang begitu mumpuni untuk memberi kesan baik pada album ini. Dengan stringmenemani, bahkan drum pun berbunyi manis di sini.
Sejak pertama memutarnya, saya jatuh hati pada pesona dari keseluruhan dinamika Dinamika..